Born Again
Tengah malam, harusnya jadi waktu untuk beristirahat dengan tenang. Tapi tidak untuk Tiffany malam ini. Berulang kali wanita berambut brunette itu menatapi layar ponselnya. Jarinya sibuk menekan tombol hijau, membuat panggilan. Hatinya terasa resah ketika panggilan yang ia berikan tak kunjung mendapat jawaban, hanya suara operator yang menyapa, dan Tiffany tak suka.
" Dimana kau Taeyeon?" Tiffany menggigit kecil bibirnya, ada rasa khawatir yang tidak bisa ia tutupi. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, entah apa. Tapi terasa tidak nyaman.
Seoul, 10.00 AM
" Tiffany," Taeyeon menepuk pelan bahu wanita yang terlihat begitu fokus dengan pekerjaannya.
"Sibuk tidak?" Taeyeon bertanya.
Tiffany tersenyum, menggeleng. " Selalu ada waktu khusus untuk teman kesayanganku ini." Matanya yang sedari tadi fokus pada benda kotak berisi angka-angka laporan penjualan di cafe yang ia kelola kini beralih menatap wanita mungil didepannya, Taeyeon. Teman yang paling ia sayangi, yang sudah 15 tahun ia kenali tapi masih sulit ia pahami.
"Lebih bagus yang mana?" Taeyeon menyodorkan ponselnya pada Tiffany.
"Ini," Taeyeon menunjukkan foto cincin dengan desain polos. " Atau.. ini." Masih dengan foto cincin, kali ini ada berlian mungil yang jadi penghiasnya. Cantik, batin Tiffany.
" Kau berniat menggunakan perhiasan sekarang?" Tiffany mengambil alih ponsel Taeyeon, jemarinya menggeser layar ke kanan dan ke kiri untuk kembali membandingkan.
"Bukan untukku," Taeyeon menggeleng. " Kau kan tahu aku tak suka memakai yang seperti itu."
"Jadi, untuk siapa?"
"Jessica."
Tiffany terdiam ketika satu nama Taeyeon ucapkan begitu lantang bersama dengan nada yang riang. Tiffany tahu dan paham betul, Jessica dan Taeyeon sudah lima tahun bersama dalam hubungan spesial, bukan hanya sebatas hubungan 'teman kesayangan' seperti yang ia dan Taeyeon punya.
" Jadi sudah tiba saatnya?" Tiffany berujar sembari tertawa kecil.
" Aku ingin memilikinya, " Taeyeon menjawab dengan intonasi agak berat. " Secara utuh."
Tiffany kembali terdiam. Mengangkat sebelah alisnya, sebelum akhirnya beranjak dari tempat duduknya. Kini, keduanya saling berdiri, berhadapan dalam jarak dekat.
" Taeyeonku sudah dewasa, " Tiffany mendaratkan telapak tangannya di kepala Taeyeon. Mengelus perlahan puncak kepala gadis yang lebih pendek darinya itu.
" Fa-fany?" Taeyeon terkesiap ketika kedua tangan Tiffany sudah melingkar di pinggangnya.
"Biarkan seperti ini dulu, " Tiffany mengeratkan pelukannya. " Anggap saja sebagai pelukan selamat."
"Kau tahu, aku bersyukur bisa menjadi sahabatmu." Tiffany mengoceh tanpa melepaskan dekapan pelukannya pada Taeyeon.
"Kenapa?" Taeyeon mengajukan pertanyaan.
"Yah, meskipun sedikit menyebalkan tapi kau lumayan baik dan perhatian."
***
Ingatan Tiffany tentang kejadian pagi tadi di ruang kerjanya kembali berputar. Kalau ia ingat-ingat, sepertinya sudah lama sekali keduanya tidak pernah berpelukan satu sama lain.
" Kenapa aku jadi memikirkan pelukan?" Tiffany menggelengkan kepalanya, berusaha kembali fokus untuk menghubungi Taeyeon. Baru ingin menekan tombol panggil, ponsel Tiffany berdering.
" YHA! Kau kemana saja?!" Tiffany berteriak pada orang diujung telpon.
" Paling tidak berikan aku kabar, jangan melupakan aku begitu saja." Omel Tiffany.
" Maaf."
" Maaf tidak diterima." Tiffany yang kesal, menolak mentah-mentah permintaan maaf Taeyeon yang seadanya.
" Tiffany,"
"Hm?"
"Tiffany,"
"Iya."
"Tiffany,"
"Ck, jangan bercanda dengan memanggil namaku terus menerus Taeyeon."
" Temani aku."
" Tidak mau." Tiffany menjawab cepat.
" Satu malam saja," Taeyeon memohon. "Rasanya berat, tak bisa kuhadapi sendiri."
Tiffany tak menjawab. Bukan, bukan karena ia tidak peduli tapi ia menunggu Taeyeon kembali berbicara. Ia ingin memastikan apakah telinganya salah mendengar atau memang suara Taeyeon di ujung telpon sana sedang bergetar.
" Tiffany,"
" Iya?"
" Apa patah hati rasanya selalu sesakit ini?"
Cukup. Isak Taeyeon yang bergema di ponsel Tiffany cukup untuk menjadi alasan dirinya bergegas tergesa. Tidak peduli dengan masker wajah yang belum ia hapus. Tidak peduli dengan piyama pink mencolok yang belum ia ganti, dirinya berlari keluar kamar menuju garasi. Mengeluarkan Porsche seri terbaru yang belum lama ia beli, Tiffany keluar membelah sepinya jalanan di jam malam.
***
Tiffany berdiri di depan pintu apartemen bernomor 27, tempat yang dulu sering ia kunjungi tapi dalam lima tahun terakhir tidak lagi. "Taeyeon?" Tiffany melangkahkan kakinya untuk masuk. "Pintunya tidak terkunci dan sedikit terbuka, jadi aku masuk saja." Tiffany menyusuri ruangan yang ternyata tidak begitu banyak berubah. Hanya lebih banyak pajangan foto Taeyeon dengan Jessica.
Dan disana, Tiffany melihat seorang wanita yang biasanya selalu bersemangat saat bekerja di counter cafe miliknya, yang selalu melemparkan senyum hangat pada pengunjung yang datang memesan. Tengah terisak sembari memeluk kedua lututnya.
" Hari ini berat ya?" Tiffany bertanya pelan, dirinya ikut berjongkok untuk mensejajarkan posisi dirinya dengan Taeyeon. Baru pertama kali dirinya melihat Taeyeon sehancur ini, tidak tanggung-tanggung pula.
Taeyeon tak menjawab, hanya saja Tiffany tahu Taeyeon tengah mengatur napasnya agar tidak terus terisak. " Apa aku tidak layak untuk bersama dengan dia?" Taeyeon mulai berbicara meski terbata.
" Ada apa?" Tiffany mendekat, mendekap Taeyeon. Hari ini sepertinya jadi hari spesial untuk Tiffany karena bisa memeluk Taeyeon sebanyak dua kali sehari.
" Dia tidak mau bersamaku, katanya dia menemukan orang yang lebih baik." Seperti anak kecil yang tengah mengadu, Taeyeon bercerita dengan suara bergetar yang agak terbata.
" Terkadang tidak semua hal terjadi sesuai keinginan kita, itulah yang saat ini terjadi."
Tiffany mengelus pelan punggung Taeyeon.
" Kau tetap layak untuk dicintai, untuk diperjuangkan hanya saja bukan dia orangnya. Bukan dia yang bisa melakukan itu untukmu."
" Siapa?" Tanya Taeyeon.
"Akan ada."
Taeyeon mengeratkan pelukannya. Masih setengah terisak dia berkata akan menjadi seseorang yang lebih baik lagi, seseorang yang lebih hebat dari dirinya sekarang agar tidak lagi ditinggalkan.
Tiffany tersenyum. Ingin sekali ia memberitahu Taeyeon bahwa tak perlu berusaha segigih itu agar tidak ditinggalkan. Ia hanya perlu menemukan orang yang mau menemaninya dalam keadaan susah ataupun senang, saling membantu untuk meringankan beban satu sama lain. Dengan kata lain, ia hanya perlu menemukan orang yang bisa mencintainya dengan seikhlas hati.
Terdengar sulit? Tidak. Karena mulai dari sekarang akan Tiffany tunjukkan pada Taeyeon bagaimana cara mencintai dengan benar versinya. Malam itu, Tiffany membuka kembali perasaan yang sempat ia tutup rapat. Malam itu, ia bertekad menebus keterlambatan fatal di masa lalu yang membuatnya harus menunggu lama sampai hubungan itu hancur dengan sendirinya.
" Taeyeon."
"Hm?"
" Aku mau melakukannya untukmu."
"Apa?"
"Semuanya."

welcome back 😊
ReplyDelete